Kembara jiwa......menanti fajar di ufuk timur......

Friday, November 4, 2011

Air mata di Padang Arafah

Gambar foto menunjukkan rakan yang lebih awal mencari tempat untuk berada di luar khemah.

Berada di Padang Arafah merupakan pengalaman yang tidak dapat di lupakan seumur hidup. Walaupun saya mengalami demam panas pada hari tarwiah, alhamdulillah, keadaan beransur pulih pada hari Arafah. Hati berasa sedih kerana 'pa system' mengalami ganguan ketika kutbah Arafah, dan gangguan daripada kutbah pakej swasta yang menggunakan loud speaker yang kuat amat menggangu. Namun begitu dalam kedengaran dan tidak, kutbah Arafah ini dapat diselesaikan juga. Saya mengambil kesempatan ini dengan beribadah di surau (khemah yang dikhaskan untuk maktab 72. Gambar foto di atas, rakan yang berada dalam satu maktab telah mengambil tempat yang awal di luar khemah untuk beribadat dan bermunajat kapada Allah swt. Pada hari ini Allah swt turun kelangit dunia untuk melihat umatnya yang beribadat dan bermunajat kepada Allah swt. Pengalaman 'sunset' di Arafah amat berbeza dengan pengalaman sunset di tepi pantai yang lain. Hanya mereka yang benar mengetahui dan melaksanakan dengan ikhlas dapat merasakan.

Getaran Allah di Padang Arafah

Inilah
saat yang paling dirindukan oleh orang-orang beriman. Saat diundang ke
tanah di mana Allah menghadapkan hamba-hamba-Nya kepada para malaikat
di hari Arafah. Pada saat inilah Allah menjanjikan pembebasan dari api
jahanam. Dibukanya lembaran-lembaran baru yang putih bersih.

Begitu
banyak orang bersimpuh di hadapan Allah. Diseluruh pelosok negeri.
Mereka mungkin siang malam bersandar kepada Allah, senantiasa
memuja-Nya. Tapi, sampai sekarang mereka belum pernah merasakan
nikmatnya jamuan Allah di Arafah. Inilah saatnya kita harus merasa
malu. Karena, lebih banyak orang yang sejatinya lebih berhak wukuf di
Arafah dibanding kita.

Tidak
ada jalan bagi kita untuk menjadi sombong dan takabur dengan jamuan
Allah di Arafah ini, kecuali kita harus malu dan jujur kepada diri
sendiri. Harta yang Allah titipkan kepada kita, tak jarang kita
nafkahkan sekadar sisa dari uang jajan kita. Zakat enggan kita
bayarkan. Sedekah bagi orang yang paling lusuh dengan cara yang paling
memalukan. Bahkan, kita lebih suka membelikan barang-barang mahal untuk
kita pamerkan kepada makhluk daripada menafkahkan harta di jalan Allah
untuk bekal kepulangan kita. Dunia senantiasa kita kejar hingga
melalaikan Allah.

Para
penjahat, para pelacur, penzina, orang-orang yang durjana juga diberi
dunia oleh Allah. Karena dunia ini bukan tanda kemuliaan bagi
seseorang. Dunia adalah fitnah, cobaan bagi manusia. Sungguh malang
bagi orang yang takabur dengan tempelan duniawi padahal Allah
menghinakan seseorang dengan duniawi itu sendiri.

Karena
itu saudaraku, ingatlah bahwa haji yang mabrur adalah haji yang merasa
malu kepada Allah. Allah memberikan nikmat tiada henti, tapi kita
jarang mensyukurinya bahkan mengkhianatinya. Karenanya, Allah
memberikan kesempatan kali ini untuk mengubah sisa umur kita.

Mungkin,
ini adalah saat terakhir kita berada di tanah Arafah. Tidak ada
jaminan tahun depan bertemu kembali di tempat ini. Tanah yang kita
duduki ini akan menjadi saksi di akhirat nanti, bahwa kita berangkat
mengeluarkan harta, waktu, dan tenaga yang diridhai-Nya. Kita lalui
jalan berjam-jam di padang Arafah, tapi nikmat sekali. Itulah nikmat
yang datang dari Allah.

Nikmat
adalah pengorbanan. Rasululah saw mulia bukan karena apa yang
dimilikinya, tapi karena pengorbanannya untuk umat. Harta yang
dikorbankan, tenaga yang dikorbankan, waktu yang dikorbankan, perhatian
yang dikorbankan, demi kemaslahatan umat.

Saudaraku, percayalah bahwa kita tidak akan bahagia dengan mengumpulkan uang. Justru kebahagiaan datang dengan menafkahkan uang. Kita tidak bahagia dengan ingin ditolong orang lain. Kita bahagia justru dengan menolong orang lain. Kita tidak akan bahagia dengan dihormati orang lain, kebahagiaan hati kita dengan menghargai orang lain. Jadikanlah diri kita menjadi orang yang tidak pernah berharap apa pun selain dari Allah. Itulah kebahagiaan yang sejati. (KH. Abdullah Gymnastiar, Penasihat dan Pembina DPU Daarut Tauhiid)

No comments:

Post a Comment